Kisah Inspiratif: Dari Fresh Graduate ke CEO

“Jangan pernah meremehkan mimpi besar, bahkan jika kamu memulainya dari kamar kos kecil dan laptop tua.” Lima tahun yang lalu, saya hanyalah seorang fresh graduate dari kampus yang tidak banyak dikenal di peta nasional. Saya bukan anak pejabat, bukan pula mahasiswa langganan lomba atau peraih beasiswa luar negeri. Tapi hari ini, saya duduk di ruang kerja CEO startup yang saya dirikan sendiri, memimpin lebih dari 30 karyawan dari berbagai kota di Indonesia.

7/7/20254 min read

black blue and yellow textile
black blue and yellow textile

Kisah Inspiratif: Dari Fresh Graduate ke CEO

Biro Aksi Unasman

“Jangan pernah meremehkan mimpi besar, bahkan jika kamu memulainya dari kamar kos kecil dan laptop tua.”

Lima tahun yang lalu, saya hanyalah seorang fresh graduate dari kampus yang tidak banyak dikenal di peta nasional. Saya bukan anak pejabat, bukan pula mahasiswa langganan lomba atau peraih beasiswa luar negeri. Tapi hari ini, saya duduk di ruang kerja CEO startup yang saya dirikan sendiri, memimpin lebih dari 30 karyawan dari berbagai kota di Indonesia.

Kisah saya mungkin tidak secepat kisah startup-unicorn di Jakarta, tapi kisah ini nyata. Berawal dari ketidakpastian, jatuh bangun, hingga keberanian mengambil risiko. Inilah perjalanan saya dari fresh graduate biasa menjadi CEO yang terus belajar.

Bab 1: Hari-hari Awal yang Penuh Pertanyaan

Saya lulus tahun 2019 dari program studi Ilmu Komunikasi. Seperti banyak lulusan baru lainnya, saya sempat yakin dunia akan terbuka lebar untuk saya. Tapi kenyataan jauh dari harapan.

Bulan pertama setelah wisuda, saya mengirim lebih dari 50 lamaran kerja. Hanya tiga yang membalas, dan dua di antaranya menolak saya setelah tahap wawancara. Saya mulai merasa cemas. Sementara teman-teman lain terlihat mulai bekerja, saya masih di kamar kos menunggu email balasan.

Suatu hari, saya mengajak diri saya berdialog: “Kalau tidak ada yang mau menerima saya, kenapa saya tidak mencoba menciptakan sendiri pekerjaan?”

Kalimat itu mengubah arah hidup saya. Saya memutuskan untuk tidak hanya menunggu, tetapi mulai bergerak.

Bab 2: Bermula dari Jasa Sederhana

Modal saya saat itu: satu laptop lawas, koneksi Wi-Fi kos, dan keterampilan menulis yang dulu saya asah dari organisasi pers kampus. Saya mulai membuka jasa pembuatan konten Instagram dan penulisan artikel untuk UMKM.

Pelanggan pertama saya adalah teman sendiri yang baru buka usaha kue. Saya bantu buatkan caption, foto produk, dan jadwal posting. Awalnya saya dibayar Rp100.000 per bulan. Kecil? Iya. Tapi itulah titik awal.

Saya kemudian membuat akun media sosial dan mulai membagikan hasil kerja saya. Dari mulut ke mulut, satu klien bertambah menjadi dua, lalu lima. Saya mulai kewalahan. Dari situ, saya mengajak dua teman alumni Unasman untuk bergabung sebagai freelance writer dan editor.

Kami belum punya kantor. Semuanya dikerjakan secara daring dari kos dan rumah masing-masing. Tapi semangat kami besar: membuat konten yang berdampak bagi usaha kecil.

Bab 3: Tantangan yang Tak Pernah Selesai

Menjalankan usaha kecil bukan tanpa hambatan. Kami pernah gagal memenuhi deadline karena miskomunikasi. Pernah ditipu klien yang tak mau bayar. Pernah juga ditinggal tim karena beda visi. Tapi justru dari situlah saya belajar tentang kepemimpinan, komunikasi, dan manajemen.

Tahun kedua, kami mulai membuat badan usaha. Saya belajar mengurus legalitas, membuat kontrak kerja sama, hingga mengelola keuangan perusahaan. Tidak ada yang mengajari langsung. Semua saya pelajari dari internet, webinar, dan bertanya pada alumni-alumni senior yang lebih dulu berkecimpung di dunia bisnis.

Saya juga belajar dari kesalahan. Salah satu kesalahan terbesar saya adalah mengambil terlalu banyak klien tanpa punya sistem yang kuat. Hasilnya? Kualitas menurun, dan beberapa klien kecewa. Dari situ saya sadar: membangun sistem lebih penting daripada sekadar menambah klien.

Bab 4: Titik Balik—Pandemi dan Peluang

Saat pandemi COVID-19 melanda, banyak bisnis gulung tikar. Tapi justru saat itulah kami mendapat peluang. Banyak UMKM yang butuh transformasi digital. Mereka butuh strategi media sosial, konten promosi, bahkan pelatihan daring.

Kami membuka kelas online “Digital Branding untuk UMKM” dengan harga terjangkau. Ternyata responsnya luar biasa. Lebih dari 300 peserta mendaftar di batch pertama. Kami akhirnya membuat tim pelatihan, mendesain modul, dan bekerja sama dengan beberapa komunitas UMKM.

Dari sinilah perusahaan kami mulai tumbuh lebih signifikan. Kami menamai startup ini KontenBaik.id—sebuah agensi kreatif yang fokus pada pemberdayaan UMKM melalui konten digital. Tahun ketiga, kami sudah menangani lebih dari 80 klien aktif dan mendapat kepercayaan untuk mengelola proyek pemerintah daerah terkait pelatihan digitalisasi usaha.

Bab 5: Menjadi CEO, Tapi Tetap Belajar

Mendengar kata “CEO”, dulu saya membayangkan seseorang dengan jas mahal, ruangan besar, dan jadwal rapat ke luar negeri. Tapi ketika saya sendiri menjalani peran ini, kenyataannya lebih sering mengurusi hal teknis: mengatur gaji tim, menjawab komplain klien, menyusun SOP, dan menjaga semangat kerja tim.

Namun yang paling penting dari peran CEO bukanlah kemewahan, tapi kepemimpinan dan keberanian mengambil keputusan. Dan itu tidak datang secara otomatis, tapi terus diasah setiap hari.

Saya belajar bahwa menjadi CEO bukan tentang merasa paling tahu, tapi tahu kapan harus mendengar. Saya banyak belajar dari tim saya, dari klien, bahkan dari mahasiswa magang yang kami terima. Setiap hari adalah ruang belajar baru.

Apa yang Saya Pelajari dari Perjalanan Ini?

1. Mulailah dari Apa yang Kamu Punya

Tidak semua orang punya modal besar. Tapi semua orang punya sesuatu: waktu, keterampilan, atau jaringan. Saya memulai hanya dengan laptop dan tekad. Sisanya belajar sambil jalan.

2. Konsistensi Lebih Kuat dari Motivasi

Akan ada hari-hari di mana semangat turun. Tapi jika kita konsisten mengerjakan sesuatu setiap hari, sekecil apa pun, hasilnya akan mengejutkan.

3. Gagal Itu Bagian dari Jalan

Kami pernah rugi, ditinggal klien, bahkan hampir tutup. Tapi justru dari kegagalan itu kami belajar dan memperbaiki. Gagal bukan akhir, tapi pelajaran mahal.

4. Bangun Tim yang Sevisi

Saya tidak bisa sampai di titik ini sendirian. Teman-teman tim saya, yang sebagian besar juga alumni kampus yang sama, adalah bagian dari kisah ini. Kami tumbuh bersama karena kami percaya pada misi yang sama: membantu usaha kecil naik kelas lewat konten yang berdampak.

5. Pentingnya Memberi Kembali

Kini, saya rutin menjadi pembicara di kampus dan komunitas mahasiswa. Saya ingin berbagi bahwa karier tidak harus selalu linear. Tidak masalah jika kamu belum diterima kerja setelah lulus. Yang penting, jangan berhenti mencoba.

Penutup: Semua Bisa Dimulai dari Nol

Saya bukan lulusan luar negeri. Saya tidak punya koneksi elit. Tapi saya punya semangat untuk belajar, berani mencoba, dan mau gagal berkali-kali. Hari ini saya adalah CEO bukan karena saya lebih pintar, tapi karena saya terus bertahan ketika banyak orang menyerah.

Untuk kamu yang baru lulus, atau masih berjuang menemukan jalanmu, ingatlah: tidak ada kisah sukses yang instan. Tapi jika kamu terus berjalan, terus mencoba, dan terus belajar—jalanmu akan terbuka.

Dan mungkin, di tahun-tahun mendatang, kamulah yang akan berbagi kisah di sini—kisah dari fresh graduate menjadi CEO selanjutnya.

Tentang Penulis:
CEO dan founder cemerlang publishing, agensi kreatif yang memberdayakan UMKM melalui konten digital. Alumni Ilmu Komunikasi yang aktif mengisi pelatihan kewirausahaan dan mentoring bisnis untuk mahasiswa dan pemuda desa.

Rubrik “Biro Aksi Unasman” menerima kontribusi kisah karier, inovasi, dan perubahan inspiratif dari alumni maupun dosen. Kirimkan ceritamu dan jadilah inspirasi bagi generasi berikutnya.